Anak-anak : Tunas Integritas, Harapan Cita-cita Bangsa

Anak-anak : Tunas Integritas, Harapan Cita-cita Bangsa

Anak-anak : Tunas Integritas, Harapan Bangsa

oleh : Alissa Wahid

 

Istilah Karakter Bangsa akhir-akhir ini membahana di jagad Indonesia. Ia menjadi pembicaraan mulai dari seminar ilmiah sampai cangkrukan warkop. Kesimpulan awamnya, bangsa Indonesia sedang kehilangan karakter idealnya. Lalu orang pun berlomba untuk mencari sebabnya. Karena tidak ada lagi P4. Media massa. Kapitalisme. Agama tidak menjalankan perannya dengan baik. Tidak ada pelajaran budi pekerti lagi di sekolah. Mungkin semuanya.

 

Yang juga tak bisa dipungkiri adalah kegamangan nilai yang melanda seluruh penjuru dunia. Tata nilai lokal yang dulu begitu kuat, sekarang menjadi samar karena berbagai faktor.  Salah satu pemicu yang paling dominan adalah globalisasi. Ia membuat sumber nilai kita menjadi beragam: agama, keluarga, lingkungan, sekolah, persentuhan dengan kultur lain. Ini terjadi karena medium transfer nilai juga semakin banyak: media massa, teknologi informasi seperti telepon, internet, social media, serta mobilitas pribadi lintas kultur.

 

Konsekuensinya, nilai luhur bangsa pun memburam. Kita lebih sibuk dengan identitas sebagai warga dunia dan karakter mondial; dibandingkan dengan karakter sebagai orang Indonesia. Banyak orangtua, misalnya, yang mengajarkan sikap bekerjasama dan saling menghormati kepada anaknya, karena ini sikap yang baik, tanpa mengkaitkannya dengan sikap gotong-royong  yang khas bangsa kita.

 

Di Nahdlatul Ulama, dikenal kaidah al-muhafadzah ala al-qadim al-shalih wal akhdz bi al-jadid al-ashlah: mempertahankan nilai-nilai lama yang baik, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Bagian kedua ini agaknya telah kita jalankan, yaitu menerima modernitas. Sekarang kita perlu kembali memperkuat nilai-nilai lama yang menjadi akar kita sebagai bangsa dan sebagai pribadi Indonesia. Tanpa karakter bangsa, kita akan kehilangan pengikat kultural dan tak sanggup mempertahankan persatuan Indonesia dari gempuran ideologi dari segala penjuru dunia.

 

Lalu dari mana kita harus memulai? Pertanyaan yang sulit dijawab karena kompleksitas persoalannya. Budaya korupsi, misalnya; akan sulit disembuhkan total pada generasi ini, karena sudah menyerang seluruh bagian tubuh bagaikan kanker ganas. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan kemoterapi, menembak sel-sel kanker yang busuk. Di sinilah KPK mengemban fungsinya.

 

Satu hal yang kita semua sependapat: generasi anak-anak saat ini adalah kunci perubahan berkesinambungan menuju Indonesia yang adil makmur sentosa. Makmur sentosa mensyaratkan keadilan, dan tidak ada keadilan tanpa integritas. Kita tahu, hilangnya integritas membuat korupsi merajalela. Korupsi adalah bentuk ketidakadilan yang paling nyata, di mana koruptor mensabotase hak seluruh rakyat Indonesia.

 

Anak-anak kita, karena ada dalam tahap pertumbuhan dan pembentukan nilai, akan menjadi sel-sel baru yang menggantikan sel-sel tua yang mati. Sel-sel ini harus sehat, agar bisa mengembalikan vitalitas bangsa. Karena itu sekarang kita perlu dengan sengaja dan sistematis berupaya untuk memberikan gizi yang tepat, melalui pengasuhan dan pendidikan yang berkualitas.

 

Tidak mudah merumuskan karakter bangsa Indonesia seperti apa yang kita kembangkan saat ini, agar selaras dengan perkembangan peradaban. Kita perlu memulai dengan kembali kepada nilai-nilai fundamental yang telah diletakkan oleh para pendiri bangsa, yaitu Pancasila.

 

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa akan menumbuhkan ciri karakter Etis, yaitu kesadaran mengenai yang benar dan yang salah. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab menumbuhkan ciri karakter Kematangan Sosial, yaitu sikap manusiawi, adil, beradab. Sila Persatuan Indonesia dan sila keempat, yang berangkat dari nilai Bhinneka Tunggal Ika dan Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh, menumbuhkan ciri karakter Respek dan Interdependensi yaitu kerjasama, saling menghormati, dan demokratis. Sedangkan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menumbuhkan ciri karakter Sinergis, yaitu menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

 

Dari jabaran di atas korupsi nyata-nyata melanggar semua ciri karakter tersebut. Korupsi adalah sel-sel perusak jiwa bangsa, dan bila tidak kita atasi, ia akan menghancurkan bangsa ini.

 

Sambil terus melakukan kemoterapi terhadap sel-sel busuk kehidupan bangsa ini, sekarang saatnya kita fokuskan pada asupan gizi yang tepat pada sel-sel baru Indonesia. Bila kita mampu mendampingi anak Indonesia untuk memupuk karakter bangsa ini, maka kita akan mencetak generasi penuh integritas. Dan bila pemegang denyut nadi bangsa ini adalah generasi yang penuh integritas, kita pasti mencapai cita-cita bersama: rakyat adil makmur sentosa.