Tiger Mom

Tiger Mom

Buku The Battle Hymn of a Tiger Mom saat ini sedang ramai diperbincangkan di dunia. Berikut adalah wawancara dengan ibu Alissa Wahid mengenai pandangan Amy Chua tentang pengasuhan anak dalam buku tersebut.

 

Q  :          Orang tua dulu cenderung menerapkan pola asuh Tiger Mom, sedangkan ibu-ibu muda sekarang lebih condong ke Western Mom. Apakah alasan di balik itu? Atau memang zaman sudah berubah?

A  :          Selalu ada yang kita sebut sebagai generation gap dan itu normal. Orangtua kita lahir dari orangtua zaman revolusi (kakek nenek kita). Hubungan orangtua dan anak juga lebih patriarkal. Jadi anak memang dididik dengan kerja keras karena itu syarat untuk survival hidup yang masih agriculture-based. Ini masih terbawa ke bagaimana orangtua kita mendidik kita yang di era 70 dan 80-an. Sekolah jadi penting, lalu kultur patriarkal jadi melemah. Sekarang, tantangan kita sebagai orangtu berbeda. Saya lebih suka orangtua terus belajar dan menemukan sendiri mana yang terbaik untuk gaya dan kepribadian mereka. Eclectic Approach, tidak harus Western.

 

 

Q :           Tiga poin yang Mbak Alissa setuju dan tidak setuju dari metode Tiger Mom?

Setuju:

  • Clarifying expectations and rules
  • Management by objectives: tidak hanya memberi tugas atau target tapi mendampingi anak dalam proses pendidikan dan pengasuhan
  • Dari kisah anaknya yang diwawancara beberapa media, Chua mengimbangi dengan kasih sayang yang melimpah

Tidak setuju:

  • Too rigid in choices of actions. Prinsip-prinsip yang ingin diajarkan ke anak kan baik, tetapi caranya menurut saya terlalu kaku
  • Menuntut orangtua untuk menjadi super parents
  • Orangtua overpowering, dalam arti semua hal besar diputuskan oleh orangtua dan anak tidak berlatih untuk taking care of themselves in terms of making decisions for themselves

 

 

Q :           Seberapa penting peran pencapaian anak? Achievements that derived from competition, winning something or performing? Sekarang banyak orangtua yang berlindung di balik “Sukses tidak bergantung dengan nilai akademik”. Tapi kenyataannya di luar hal-hal sekolah pun anak-anaknya tidak ‘ditantang’ untuk melakukan hal lain, tidak ditelusuri passion-nya.

A :           Saya sangat setuju dengan setting achievement goals, tapi sebaiknya itu ditentukan dari kekuatan anak. Buat saya pribadi, multiple intelligence dari Howard Gardner sangat membantu untuk bisa menangkap ini. Terlalu fokus pada academic achievements juga bukan hal yang tepat. Statistically proven, academic achievements tidak berkorelasi dengan kesuksesan pada masa dewasa.
Di buku Outliers kita membaca bahwa untuk mahir beyond others syarat yang paling menentukan adalah 10.000 jam terbang. Itu yang diberikan Amy Chua untuk latihan musik anak-anaknya. Tetapi sebetulnya bidang apa pun kan memerlukan prinsip-prinsip fundamental yang sama. Kalau mau jadi atlet juga butuh latihan, disiplin, delayed gratification, dst. Jadi saya setuju bahwa anak harus diarahkan, kritik saya terhadap Tiger Mom adalah kekakuannya itu.

 

 

Q :           Menurut Amy Chua, orangtua lebih tahu yang terbaik untuk anak-anaknya, apalagi waktu anak-anaknya masih kecil. What choice do you think kids need to have and what are the things that are not optional?

A:            Choices itu domain anak. Setting up principles itu domain orangtua. Misalnya, di keluarga kami, integritas adalah prinsip utama. We walk the talk. Kami ingin anak-anak bisa memiliki prinsip ini, maka kami fokus pada prinsip integritas ini dalam setiap sisi kehidupan keluarga. Anak-anak berhak memilih bidang apa yang ingin mereka tekuni; melukis, akademis, taekwondo, catur, tetapi prinsip integritas harus dipakai.

 

 

Q  :          Ketika Amy berulang tahun, anak-anaknya memberi kartu ulang tahun dengan desain dan ucapan yang sangat standar dan terkesan nggak niat. Amy bilang, “I don’t want this, I want a better one. One that you’ve put some thought and effort into. I have a special box, where I keep all my cards from you and Sophia, and this one can’t go in there.”. Wow! Bagaimana menurut Mbak Alissa?

A :           Satu credo di rumah kami: you may have the right to be angry, but you never have the right to be ugly. Kalau tidak suka atau ingin memberikan feedback, Amy bisa memilih cara yang tidak ‘ugly’. Cara yang dia pilih itu menyakitkan. You cannot take away the hurts. Ingin jujur bukan alasan untuk bisa sesukanya menyakiti hati orang. Anak membutuhkan cinta tanpa syarat kita sebagai modal untuk menghadapi dunia dengan rasa aman karena tahu whatever happens,  my daddy and my mommy love me and take me for what I am. Menurut saya, itu kelemahan pola asuh Tiger Mom yang utama.

 

Dikutip dari wawancara Mommies Daily dengan Ibu Alissa Wahid mengenai buku berjudul “The Tiger Mom”.