Pengaruh Media Elektronik Terhadap Perkembangan Anak
Globalisasi dan perkembangan kemajuan teknologi informasi sudah pasti akan terus terjadi. Salah satu dampak dari kemajuan teknologi adalah semakin beragamnya produk-produk elektronik yang baru yang kian lama kian terjangkau oleh masyarakat terutama untuk menengah ke atas. Bahkan ke depannya akan semakin meluas untuk semua lapisan masyarakat.
Dulu sebagian dari kita sangat asing dengan komputer, laptop atau hp. Sekarang banyak diantara kita yang memilikinya dan sebagian lagi sudah beberapa kali berganti HP. Ketika kita perhatikan lingkungan sekitar, tidak jarang anak-anak pra sekolah dan murid SD yang sudah familiar bahkan lihai memainkan berbagai aplikasi yang ada. Ini berarti ada dampak sosial yang terjadi dalam masyarakat dari perkembangan media elektronik yang terjadi. Belum lama ini penulis bertemu dengan seorang pakar/konsultan IT dan beliau memprediksi bahwa dalam waktu yang tak lama lagi (2-4 tahun kedepan) harga I-Pad dan android akan juga terjangkau untuk lapisan menengah, itu berarti harga HP dengan spesifikasi yang canggih pun akan ikut merosot drastis sehingga akan semakin terjangkau pula.
Kalau kita bicara tentang pengaruh media elektronik terhadap perkembangan anak, tentu kita perlu bijaksana dalam memaknainya. Pengaruh adalah kata yang netral, yang berarti bisa baik dan bisa juga buruk. Demikian juga dengan pengaruh media elektronik, tentu ada dampak baik dan buruk terhadap perkembangan anak-anak kita.
Banyak jenis media elektronik yang bisa jadi alternatif sebagai media edukasi karena mereka lebih menarik, terdapat stimulasi audio dan visual yang mampu memberikan gambaran nyata, lebih kongkrit sehingga lebih mudah dipahami anak. Selain hal-hal positif tadi, artikel ini sengaja saya tulis dengan penekanan pada pengaruh buruk apa saja yang perlu diantisipasi oleh para orangtua.
Media elektronik yang paling populer dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat kita adalah TV. Sekarang jumlah stasiun TV makin banyak, jenis tayangan makin beragam. Namun sayangnya stasiun TV nasional sangat berpihak pada kepentingan bisnis dan politik, jenis tayangan sangat dominan pada unsur hiburan dan informasi yang sangat jauh dari unsur edukasi. Jangan harap kita mendapatkan tayangan yang benar-benar edukatif untuk anak-anak tanpa terkontaminasi dari iklan, kekerasan (fisik maupun verbal), serta pornografi. Sebagian besar masyarakat kita entah karena tidak paham atau memang tidak peduli akhirnya ‘membiarkan’ anak-anaknya menonton film kartun yang tidak edukatif, sinetron/telenovela, serta jenis tayangan lain yang jauh dari ideal.
Apakah sebenarnya anak tidak boleh nonton TV? Ada ahli yang menyatakan bahwa untuk anak usia 0 – 2 tahun memang paling aman tidak mengkonsumsi semua jenis media elektronik jenis screen/layar (termasuk VCD), meskipun jenis programnya edukatif sekalipun. Pertimbangannya adalah sebagian besar media elektronik (terutama TV) memiliki radiasi magnet dan listrik yang besarnya diluar ambang batas yang ditentukan oleh WHO dan ini sangat tidak aman (untuk semua level usia, apalagi untuk anak-anak). Selain itu anak-anak pada masa itu belum punya ketrampilan berkomunikasi yang baik untuk diajak berdiskusi tentang hal-hal yang diperlukan sehingga screening input akan sulit terjadi. Berkaitan dengan hal ini hanya sebagian kecil orangtua yang benar-benar bisa menerapkannya, tentu saja mereka adalah orangtua yang sangat paham, peduli dan dapat bersikap firm atau tegas dan disiplin.
Beberapa fakta yang perlu kita pahami berkaitan dengan TV adalah kebanyakan acara TV meletakkan belahan otak kiri & kanan ke dalam gelombang alpha (slow wave of inactivity) yang akan mempengaruhi fungsi, merusak keseimbangan dan interaksi antara belahan otak kiri & kanan. Sumber cahaya yang berpendar dan bergetar diduga ada kaitannya dengan meningkatnya aktivitas gelombang alpha tersebut (Johnson, 2000). Intensitas kebisingan berpengaruh terhadap memori jangka pendek, kemampuan membaca dan konsentrasi (Bhinnety, dkk., 1997; Cohen dkk, 1973, Moran dan Loeb dalam Saez & Stephens, 1986). Gambar-gambar di layar monitor berubah cepat tiap 2-3 detik sampai 5-6 detik, sehingga otak tidak sempat memproses gambar secara baik. Tayangan yang tersaji mengandung 5 komponen stimulus: gambar, warna, suara, gerakan dan cahaya. Hal inilah yang dapat berdampak juga pada gangguan pemusatan perhatian.
Beberapa pengaruh lain yang perlu diantisipasi adalah: dampak terhadap konsumerisme dan hal ini sudah terbukti sangat kuat. Produk-produk untuk anak yang laku di pasaran adalah yang intensitas iklannya sering muncul di TV. Siapa konsumennya, kita bisa menanyakan pada diri kita sendiri tentunya.
Sebagian orangtua, entah sadar atau tidak menjadikan media elektronik ini sebagai bentuk ‘pengalihan pengasuhan’. Orangtua akan merasa tidak perlu repot-repot mendampingi dan mengasuh anaknya karena anak-anak sudah ‘asyik’ sendiri dengan bermain game atau menonton TV.
Untuk beberapa jenis tayangan TV yang memiliki unsur kekerasan dan pornografi, sudah tentu akan jadi model yang tidak sehat dan dapat dipastikan berpengaruh pada munculnya perilaku-perilaku agresif dan misbehave yang lain. Ada teori yang bilang bahwa perilaku negatif akan ditiru anak 200% nya. Nah lhooo….
Hal lain yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah bahwa main game maupun menonton TV ini menyita waktu dan dapat membuat anak kecanduan. Kalau ini terjadi, dampak terhadap rendahnya ketrampilan sosial akan semakin besar. Main game atau menonton juga memungkinkan terjadinya ‘toleransi dosis’, maksudnya anak makin lama makin membutuhkan waktu yang lebih lama yang seharusnya waktunya bisa dia gunakan untuk bersosialisasi. Anak akan cenderung berkembang menjadi orang dewasa yang cenderung individualis, memiliki interpersonal skill yang rendah, kurang peka terhadap orang lain. Sudah jelas hal ini akan mengurangi kesempatannya untuk dapat sukses dalam kehidupannya kelak.
Waaah, banyak ya ternyata yang perlu kita antisipasi berkaitan dengan pengaruh media elektronik terhadap perkembangan anak. Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan sebagai orangtua? Prinsip ‘You Go First!’ adalah yang paling efektif dilakukan. Maksudnya kita orangtua adalah sebagai model yang harus melakukan dan memberi contoh duluan. Jadi kalau kita ingin anak tidak mengkonsumsi tayangan dan permainan elektronik yang tidak aman dan tidak berkualitas, kitanya dulu yang harus melakukan dan member contoh langsung. Seperti halnya kalau kita ingin anak kita gemar membaca buku, ya kitanya dulu juga harus gemar baca juga, tapi bukan baca koran atau majalah infotainment lho yaaa….
PILIH tayangan yang memiliki isi yang AMAN dan EDUKATIF, dan DAMPINGI! Kita wajib tahu semua hal yang ada dalam isi tayangan tersebut, sehingga kita tahu persis kualitasnya. Dan ini juga jadi bekal kita sebagai orangtua untuk mengajak anak berdiskusi tentang apa saja yang diperlukan. Diskusi yang terjadi ini akan mempertahankan aspek sosial anak, karena interaksi dengan orang lain tetap terjadi, selain itu akan memperkaya pemahaman dan imajinasi anak. Lalu atur jumlah jam anak menonton TV/bermain video game dalam sehari. Akan lebih baik lagi jika ada batasan yang jelas tentang rentang waktu maksimal dalam sehari, misalnya dalam sehari anak boleh nonton/main vedio game maksimal 3 x 45 menit.
Dan yang terakhir, tetap miliki berbagai alternatif kegiatan lain yang lebih edukatif baik kegiatan bersama orangtua, anggota keluarga yang lain maupun bersama teman-temannya. Pada dasarnya kita semua sebagai orangtua punya potensi untuk menjadi hal yang lebih menarik buat anak-anak bila dibanding TV, VCD/DVD, maupun barang elektronik lain.
(Paman Dodo)