Motivasi Pada Anak

Motivasi Pada Anak

MOTIVASI PADA ANAK

Oleh: Paman Dodo

 

MOTIVASI adalah kekuatan yang memberikan tenaga, menopang dan mengarahkan perilaku menuju suatu tujuan (Eggen & Kauchak, 1992). Secara sederhana, setiap perilaku atau tindakan kita, sekecil apapun itu, digerakkan oleh ‘drive’ atau motiv. Begitu juga dengan perilaku anak-anak, baik perilaku positif maupun negatif akan muncul sebagai akibat dari adanya motiv tertentu.

 

Tiap pribadi memiliki tipe (orientasi) motivasi yang berbeda-beda. Tipe-tipe motivasi dapat dibedakan oleh berbagai alasan yang menyebabkan terjadinya tindakan. Salah satu teori yang populer dan relevan terkait dengan pendidikan anak adalah Motivasi Internal dan Motivasi Eksternal.

 

Motivasi Internal adalah  motiv atau ‘drive’nya berasal dari dalam diri sendiri. Ada ketertarikan melakukan sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri, anak melakukannya karena senang dan menikmatinya, melakukannya karena merasa ‘enjoy’ tanpa adanya pengaruh dari luar. Contohnya ketika anak memanjat, berlari, bermain bola, boneka, mobil-mobilan ataupun melakukan kegiatan bermain yang lain, mereka melakukannya atas inisiatif sendiri tanpa disuruh/diminta, mereka menikmatinya, melakukannya dengan spontan dan merasa senang. Jadi semua hal yang dilakukan anak atas inisiatifnya sendiri dan ketika mereka ‘asyik’ maka dapat dipastikan sumber motivasinya adalah internal. Itu alasan kenapa strategi belajar pada anak adalah melalui bermain, agar tumbuh motivasi internal yang kuat untuk belajar apa saja.

 

Kita sebagai orang tua pasti akan berharap bahwa anak kita memiliki motivasi internal ini untuk semua hal kegiatan positif seperti rutinitas sehari-hari makan, mandi, gosok gigi, berdoa sebelum melakukan sesuatu dll. Nah, itu artinya diperlukan strategi agar semua kegiatan rutin tersebut dilakukan dengan menyenangkan. Selain itu, salah satu prinsip belajar anak yang utama adalah modelling, itu artinya ketika semua orang dewasa (terutama di rumah) melakukan semua kegiatan positif tadi dengan senang dan antusias maka secara otomatis sebenarnya kita sudah membangun motivasi internal pada anak. Ingat, berlaku hukum “You Go First”, lakukan terlebih dahulu nanti anak akan mengikutimya. Selain itu kita pasti juga sering diingatkan dengan quote “Actions Speak Louder Than Words”, tindakan kita akan jauh lebih efektif daripada kata-kata atau nasehat yang kita ucapkan.

 

Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk memperkuat motivasi internal adalah pemberian penguatan dalam bentuk agreement dan apreciation. Ketika perilaku positif ditunjukkan anak, pastikan kita secara konsisten (baik secara verbal maupun non verbal), memberikan persetujuan dan apresiasi/penghargaan. Contoh kongkritnya adalah memberi kata-kata pujian. Namun ada aturan main dalam memuji anak agar pujian yang kita berikan bersifat konstruktif. Antara lain :

  1. Proporsional dan sewajarnya. Tidak atau kurang memberi pujian adalah tidak baik, karena membuat anak akan merasa kurang dihargai yang nanti berdampak pada rasa percaya diri yang rendah. Begitu juga ketika memberikan pujian secara berlebihan juga tidak baik, karena akan membuat anak menjadi ‘besar kepala’ atau sikap sombong, bahkan takabur. Tidak menutup kemungkinan jika terlalu berlebihan dalam memuji malah memperkuat motivasi anak ke arah motivasi eksternal nantinya. Salah satu motivasi eksternal adalah ‘haus pujian’, melakukan perilaku positif agar mendapatkan pujian dari orang lain. 
  2. Pujian diberikan fokus lebih pada perilakunya. Begitu juga sebaliknya, jika terpaksa kita memberikan feedback/kritikan, maka cara kita menyampaikan dan ‘mengemas’ kata-katanya perlu hati-hati. Jelaskan bahwa yang tidak kita sukai adalah perilaku negatif nya bukan anaknya. Jika yang kita kritik adalah anaknya, sudah tentu anak akan ‘sakit hati’, dan berdampak pada self esteem yang negatif pula. Contoh pujian yang disarankan: “Wow.. sip, makannya sambil duduk tenang”. Contoh yang tidak disarankan: “Kamu kok bandel sih, udah dibilangin berkali-kali makan jangan sambil lari-lari!”.
  1. Perilaku yang dipuji perlu dinyatakan secara kongkrit (sederhana, tegas dan jelas). Anak menjadi paham perilaku positif apa yang disetujui dan diapresiasi. Hal ini bertujuan agar anak lebih memahami perilaku tersebut penting, bermanfaat dan bernilai untuk dilakukan. Contoh:“Wah hebat...., udah mandi jadi bersih dan seger deh..!”. “Adik..., makasih ya udah buang sampah di tempatnya. Rumah kita jadi bersih dan sehat”.
  1. Konsisten dalam memberi pujian yang tepat perlu dilakukan. Hal ini dilakukan sesuai dengan prinsip dalam membentuk kebiasaan, yaitu ‘repetition is reinforcement’, pengulangan (yang menyenangkan) adalah penguatan. Konsisten dalam menunjukkan good role model, disiplin menegakkan pembiasaan perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten, serta penguatan dengan memberikan pujian yang tepat secara konsisten, adalah rangkaian proses yang akan membuat anak memiliki motivasi internal yang kuat dan karakter pribadi yang positif.

 

Sekarang mari kita bahas kebalikan dari motivasi internal, yaitu motivasi eksternal. Motivasi eksternal adalah motivasi yang dipengaruhi oleh faktor dari luar atau lingkungan seperti penghargaan (terutama materi), takut hukuman, atau tekanan sosial. Jadi anak melakukannya bukan atas inisiatifnya, melainkan lebih karena diminta/disuruh oleh orang lain. Jika melakukan anak mendapat ‘hadiah’ materi dan jika tidak melakukannya anak mendapat perlakuan/respon negatif dari orang lain seperti dimarah-marahi, dicela, diancam, atau juga dihukum.

 

Ketika anda meminta anak melakukan sesuatu dengan ancaman atau memberikan hukuman jika dia tidak menuruti perintah anda, apa yang terjadi kemudian? Sudah tentu sebagian besar anak akan melakukannya kan, tapi apakah dia melakukannya dengan senang? Jelas TIDAK. Anak melakukannnya karena terpaksa, karena takut. Misalnya, anda menyuruh anak untuk membereskan mainan yang berantakan setelah ia pakai, jika ia tidak mau membereskan maka anda marah-marah, dan memberikan hukuman dengan memukulnya (benar-benar memukulnya dengan keras) atau menghukumnya dengan menguncinya di kamar gelap. Saya jamin anak anda di kemudian hari akan mau membereskan setiap kali anda minta. Tetapi apa yang terjadi jika suatu hari anda tidak ada di rumah? Apakah dia mau membereskan mainannya yang berantakan? Dia paham betul bahwa sumber ketakukannya adalah anda. Tidak ada anda berarti tidak akan ada hukuman.

 

Penyebab tumbuhnya motivasi eksternal yang lain adalah pemberian hadiah. Jika anda memberikan hadiah pada saat dia melakukan perilaku positif, apalagi dengan intensitas yang sering, maka akan membentuk pola bahwa dia akan menunjukkan perilaku positif untuk mendapat hadiah. Bayangkan jika hal ini tidak kita sadari dan menjadi bagian dari pola asuh sejak kecil hingga remaja, sudah tentu akan sangat masuk akal dia berkembang menjadi individu dewasa yang materialistik, berbuat baik karena pamrih, menolong karena berharap dapat ‘imbalan’. Bahkan lebih jauh, dia akan cenderung menjadikan uang dan materi sebagai fokus tujuan hidup. Mencari pekerjaan lebih karena gaji yang besar dengan kurang mempertimbangkan hasrat pribadi yang dapat membuatnya menikmati/mencintai pekerjaannya. Atau berteman dengan melihat status sosial dan mempertimbangkan potensi akan menguntungkan di kemudian hari.